Alkisah, ada seorang wanita yang sangat cantik dan sangat dikagumi oleh
para pria yang hidup di daerah sekitar tempat tinggalnya. Namun ada yang
aneh dengan gadis itu. Ia selalu saja memakai sebuah pita merah di
lehernya. Entah mengapa gadis itu melakukannya, tak ada yang tahu
alasannya. Gadis itu juga selalu menolak menceritakan alasan mengapa ia
selalu mengikatkan pita merah di sekeliling lehernya.
Hingga suatu hari ia jatuh cinta dengan seorang pria dan pria itu membalas cintanya.
Tentu sang pria sangat senang mendapatkan kekasih yang sangat cantik.
Namun ia sangat penasaran mengapa gadis itu selalu memakai pita merah di
lehernya.
“Mengapa kau selalu memakai pita merah itu?” tanya sang pria.
Gadis itu enggan menjawab.
Beberapa bulan berlalu dan kedua pasangan itu kemudian bertunangan dan
akhirnya menikah. Namun setelah menikah pun, gadis itu tetap mengingkari
janjinya untuk menceritakan alasan mengapa ia selalu memakai pita
merah.
Sang pria tak pernah mendesak istrinya untuk menceritakannya agar
istrinya itu tidak marah. Namun ia masih saja sangat penasaran. Apalagi
ia memperhatikan bahwa istrinya itu tak pernah sekalipun melepas pita
merah, tidak saat ia tidur bahkan saat sedang mandi.
Hingga suatu saat ia melihat sang istri sedang tertidur lelap.
Karena penasaran, sang suami mendekatinya dari sisi ranjang dan
perlahan-lahan melonggarkan pita merah yang melilit di leher istrinya
itu.
Karena istrinya tampak tak menyadarinya, sang pria pun melepaskan dan menarik pita merah itu dari leher istrinya.
Tiba-tiba ...
Kepala istrinya terlepas dari lehernya dan menggelinding di lantai.
Di hari Minggu yang cerah, sekelompok remaja SMA tengah bergembira. Hari
itu mereka melakukan darmawisata yang diadakan sekolah. Mereka semua
tengah naik bus ditemani oleh seorang guru mereka.
Perjalanan itu memakan waktu cukup lama sehingga mereka akhirnya bosan
di dalam bus. Melihat anak-anak didiknya merasa bosan, sang guru
memutuskan menceritakan kisah-kisah seram untuk menghibur
murid-muridnya.
Namun satu-persatu kisah yang guru itu ceritakan tak ada yang
mengesankan bagi murid-muridnya. Mereka semua sudah tahu semua cerita
itu dan bisa menebak akhir ceritanya.
Tanpa mereka sadari, mereka memasuki wilayah hutan dan semakin dalam dikelilingi pepohonan.
“Kalau begitu,” kata si guru, “aku akan menceritakan satu cerita lagi. Apa kalian pernah mendengar tentang cerita “Gozu”?”
Gozu dalam bahasa Jepang berarti “Kepala Sapi”.
Para murid saling menatap satu sama lain.
Cerita apa itu? Mereka belum pernah mendengar sebuah cerita berjudul Gozu sebelumnya.
Karena tak ada yang pernah mendengarnya, para murid pun meminta guru itu
menceritakannya, karena berharap cerita yang mereka dengar akan sangat
menarik.
“Namun siap-siap ya, cerita ini sangat seram ...” kata sang guru menakut-nakuti.
Murid-muridnya tertawa, lalu sang guru memulai ceritanya.
Para murid tercekat mendengar cerita yang sedang dikisahkan oleh guru mereka.
Beberapa di antara mereka bahkan berteriak-teriak dan menjerit. Beberapa siswi perempuan menutup telinga mereka dan menangis.
Para murid memohon pada guru mereka untuk menghentikan cerita itu karena kisah itu sangat mengerikan.
Namun guru itu terus saja melanjutkan ceritanya tanpa mengindahkan teriakan dan jeritan ketakutan dari para muridnya.
Seakan-akan ia sedang kesurupan.
Beberapa jam kemudian, beberapa polisi menemukan bus itu teronggok di
tepi jalan. Ketika polisi naik ke dalam bus, mereka pun terkejut.
Mereka menemukan seluruh murid (bahkan sang sopir bus), tergeletak tak
sadarkan diri. Wajah mereka sangat pucat dan mulut mereka mengeluarkan
busa.
Sang guru juga ditemukan tergeletak pingsan di lantai bus.
Pihak berwajib membawa mereka semua ke rumah sakit terdekat. Di sana
mereka dirawat dan diperbolehkan pulang pada hari itu juga setelah
dijemput oleh orang tua mereka.
Polisi pun menanyai sang guru untuk mencari kejelasan peristiwa itu.
“Saya tidak tahu. Yang saya ingat, saya sedang menceritakan sebuah cerita seram pada murid-murid saya.”
Sang guru hanya menatap wajah polisi yang menanyainya.
“Saya tidak ingat”.
Para murid lainnya juga mengatakan mereka tak ingat isi cerita yang
mereka dengar. Yang mereka ingat jelas, cerita itu membuat mereka sangat
ketakutan.
Hingga kini, tak seorang pun tahu isi cerita “Gozu”, karena konon jika
kamu mendengarnya hingga selesai, maka kamu akan mati ketakutan.
Kita hanya bisa menebak-nebak seseram apa kisah itu.
URBAN LEGEND 6: PEDESTRIAN CROSSING
“PEDESTRIAN CROSSING”
(ZEBRA CROSS)
Suatu
sore, sepulang bekerja aku berada di sebuah persimpangan jalan. Sambil
menunggu lampu merah, aku berdiri di depan sebuah zebra cross dan
mengamati orang-orang yang berada di seberangku. Mereka juga menunggu
untuk menyeberang, sama seperti aku.
Namun di antara mereka, ada seorang wanita yang tampak aneh.
Pertama-tama aku pikir ia memakai masker.
Namun bukan itu.
Wajahnya tampak kabur.
Aku mencoba mengamatinya, namun wajahnya tak berubah.
Aku bahkan tak bisa mengenali wajahnya, dimana hidung, mata, maupun telinganya.
Seakan-akan wajahnya rata.
Anehnya, orang-orang di sekitarnya tampak mengacuhkan wanita itu, walaupun penampilannya sangat menakutkan.
Lampu merah menyala.
Mobil-mobil berhenti dan orang-orang mulai menyeberang.
Begitu pula aku, namun aku mencoba untuk menjauhi wanita itu.
Ia
berjalan di sebelah kanan zebra cross, sehingga aku sebisa mungkin
berjalan di sisi kiri zebra cross. Namun ia justru berpindah ke sisi
kiri juga.
Ia berjalan tepat menuju ke arahku.
Wajah wanita itu semakin menakutkan ketika ia mendekat.
Akupun menundukkan kepalaku karena ketakutan.
Di suatu titik, kami berpapasan.
Aku terus berjalan. Namun walaupun aku berusaha menghindarinya, wanita itu justru berbalik dan mengikutiku.
Begitu aku sadar, ia sudah berada di belakangku dan berbisik di telingaku.
“Aku tahu kau bisa melihatku.”
THE END
URBAN LEGEND 7: LICK
“LICK”
(MENJILAT)
Suatu
hari seorang gadis remaja ditinggal oleh orang tuanya yang akan
menginap di tempat saudara mereka. Sang gadis meyakinkan orang tuanya
untuk berhenti khawatir kepadanya. Ia akan mengunci semua jendela dan
pintu. Lagipula, gadis itu sendiri, ada anjing setianya yang menemaninya
di kamarnya.
Malam itu, sang gadis hendak
tidur. Ia mengunci semua pintu dan jendela. Namun ada sebuah jendela
yang tak bisa ia kunci. Akhirnya ia hanya menutupnya begitu saja.
Gadis itupun naik ke atas ranjang dan di bawah ranjang, anjing setianya meringkuk.
Ia
mengulurkan tangannya ke bawah dan anjingnya menjilati jari-jarinya,
seperti yang biasa dilakukannya. Entah mengapa ia merasa aman jika
anjingnya melakukan hal itu. Gadis itu jadi tidak merasa sendirian di
kamar.
Gadis itu kemudian tertidur. Namun saat
tengah malam, ia mendengar suara “Tip tap tip tap ...”. Seperti suara
air menetes di atas wastafel.
Saat ia membuka mata, kamarnya gelap gulita. Iapun menjulurkan tangannya ke bawah dan merasakan jari-jarinya dijilati.
Iapun kembali tidur.
Beberapa jam kemudian, ia kembali terbangun.
Suara “Tip tap tip” itu masih saja terdengar.
Ia menjulurkan tangannya ke bawah.
Jari-jarinya terasa hangat dan basah oleh jilatan.
Sang gadis lalu kembali tidur. Ia tak memikirkan suara itu lagi. Mungkin saja itu suara tetesan air di keran kamar mandinya.
Untuk ketiga kalinya, ia kembali terbangun oleh suara “Tip tap tip tap” itu.
Gadis itu menjulurkan tangannya kembali ke bawah.
Namun kali ini tak ada jilatan.
Gadis itu mengira anjingnya tertidur dan menyalakan lampu.
Namun anjingnya tak tampak di bawah ranjangnya.
“Tip tap tip tap”
Suara itu masih terdengar.
Gadis
itupun memutuskan bangun dan memeriksa asal suara “Tip tap tip tap ...”
yang ia dengar. Rupanya suara itu berasal dari kamar mandi di sebelah
kamarnya.
Iapun membuka pintu dan menyalakan lampu kamar mandi.
Segera ia menjerit.
Di
dalam kamar mandi tampak anjingnya tergantung di atas wastafel.
Lehernya digorok dan darahnya menetes di atas wastafel, menciptakan
suara “Tip tap tip tap.”
Yang lebih mengerikan, di dinding terdapat kata-kata yang ditulis dengan darah anjingnya.
“AKU JUGA BISA MENJILAT.”
THE END
URBAN LEGEND 8: WRISTBAND
“WRISTBAND”
(GELANG)
Di
Korea, terdapat peraturan yang berlaku di semua rumah sakit. Ketika
pasien masih hidup, gelang berwarna putih diikatkan di lengan kanan
mereka. Gela ngitu berisi nama pasien serta informasi lainnya. Namun
ketika pasien meninggal, gelang itu dilepas dan digantikan dengan sebuah
gelang merah yang diikatkan di lengan kiri sebelum jenazahnya dibawa ke
kamar mayat.
Kisah ini terjadi pada seorang dokter yang sedang shift malam di sebuah rumah sakit.
Ia
akhirnya menyelesaikan shift malamnya pukul 2 dini hari dan merasa
sangat lelah. Rumah sakit tampak sangat sepi sebab pada jam 2 dini hari,
tentu semua pasien sedang terlelap dan sebagian besar perawat juga
telah pulang.
Ia menyalakan lift dari lantai
lima untuk turun ke basement, dimana mobilnya diparkir. Di dalam lift
hanya tampak seorang wanita tua.
Ia berdiri di samping wanita tua itu, yang tampaknya juga ingin turun di basement.
Begitu lift mereka sampai di basement, pintu lift terbuka dan tampak seorang pria berpakaian putih.
Wanita yang tadi bersamanya hendak keluar dari lift.
Dokter
itu melihat sesuatu di tangan pria itu. Segera ia menarik wanita yang
tadi bersamanya kembali ke dalam lift. Dengan panik ia menekan tombol ke
lantai lima dan pintu lift pun tertutup.
“Hei, ada apa denganmu?” wanita itu tampak marah karena dokter itu menariknya masuk kembali.
“Anda
beruntung saya tadi tidak membiarkan anda keluar.” Ujar dokter itu.
“Anda tidak melihat, di tangan kiri pria tadi ada gelang merah? Berarti
dia sudah meninggal!”
“Gelang merah?” tanya wanita itu sambil menunjukkan tangan kirinya.
“Maksudmu seperti ini?”
THE END
URBAN LEGEND 9: RED ROBE
“RED ROBE”
(JUBAH MERAH)
Seorang wanita Jepang sedang berlibur di Amerika dan memutuskan menginap di sebuah hotel murah untuk menghemat uangnya.
Saat ia tiba di kamarnya, ia menyadari bahwa ia berada di kamar 66 di lantai ke-6. Secara teknis, kamarnya bernomor 666.
Ia bergidik ngeri. Namun ia berpikir, ini semua pasti kebetulan. Ia pun tak terlalu memikirkannya dan pergi mandi.
Beberapa saat kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Ia keluar dari kamar mandinya dan mengenakan jubah mandi putih bertudung yang sudah disiapkan di hotel tersebut bagi tamunya.
Ia membuka kamarnya, namun tak ada seorangpun di luar kamarnya.
Iapun menutup kembali kamarnya dan berganti pakaian. Kembali terdengar ketukan di pintu kamarnya.
Ia
membuka kamarnya dan melihat seorang gadis kecil memakai jubah mandi
bertudung yang sama persis seperti yang tadi ia pakai. Hanya warnanya
merah.
“Ada yang bisa saya bantu? Dimana orang tuamu?”
Ia melihat bahwa gadis kecil bertudung merah itu tampak habis menangis.
“Saya terkunci di luar kamar. Anda bisa membantu saya?”
Wanita itu memutuskan untuk membawa gadis itu ke resepsionis. Kasihan, pikirnya. Gadis itu tampak kebingungan.
Dalam perjalanan ke resepsionis, ia bercakap-cakap dengan gadis itu.
“Siapa namamu?”
Gadis itu tak menjawab.
Mungkin gadis ini sudah diajari oleh orang tuanya untuk tidak bercakap-cakap dengan orang asing, pikir wanita itu.
Ia bertanya lagi.
“Dimana orang tuamu?”
“Tidak tahu.”
“Apa kamarmu di lantai ini juga?”
Gadis itu mengangguk.
Akhirnya mereka sampai di depan meja resepsionis.
“Bisa anda bantu gadis kecil ini? Ia terkunci di luar kamarnya.”
Resepsionis itu melongok, “Gadis yang mana?”
“Gadis berjubah merah ini ...”
Namun ketika wanita itu menoleh, tak ada seorang pun di sana.
“Aneh, ia tadi di sini. Katanya ia menginap di lantai 6, sama seperti saya.”
“Lantai 6?” resepsionis itu tampak heran, “Namun hanya anda tamu yang menginap di lantai 6.”
“Tapi tadi ada gadis yang memakain jubah mandi bertudung warna merah ...”
Resepsionis itu menghela napas, “Anda sudah bertemu ‘dia’ rupanya.”
“Dia siapa?”
“Dahulu
pernah terjadi sebuah tragedi di hotel ini. Kami tak suka
membicarakannya, namun karena anda sudah melihat ‘dia’, apa boleh buat.
Dahulu ada sepasang suami istri menginap di lantai 6 bersama anak
perempuannya. Mereka menginap di kamar 66, sama seperti anda. Namun
mereka berdua bertengkar dan sang suami menembak istrinya. Ia lalu
membunuh anaknya sendiri. Saat itu, anak itu memakai jubah mandi putih
yang langsung berwarna merah karena terkena darahnya. Tapi pria itu
tetap tak puas. Ia mengisi senjatanya dan mulai menembaki semua orang di
hotel ini, karyawan dan para tamunya.”
Napas wanita itu terasa terhenti karena ketakutan. Namun cerita sang resepsionis ternyata belumlah selesai.
Resepsionis itu lalu berbalik dan menunjukkan lubang merah di punggungnya.
“Lihat, di sini ia menembakku.”
THE END
URBAN LEGEND 10: PIZZA
“PIZZA”
Seorang
pria mengalami kecelakaan mobil. Kakinya patah dan ia harus
beristirahat beberapa hari di dalam rumah hingga kondisinya pulih. Pria
itu tinggal di apartemen bersama istrinya. Sayangnya istrinya harus
bekerja sehingga tak bisa merawat pria itu. Beberapa hari pertama, pria
itu merasa senang karena bisa tinggal di rumah seharian. Namun
lama-kelamaan ia merasa bosan.
Suatu hari saat
menyalakan televisi, ia mendengar suara anak-anak berlari di lantai
atasnya. Ia berpikir ini aneh, sebab jam segini harusnya anak-anak belum
pulang dari sekolah. Esoknya, ia juga mendengar suara anak bermain dari
lantai atas.
Si pria merasa lapar dan memesan
dua kotak pizza melalui layanan pesan antar. Ia merasa sudah kenyang
setelah memakan sekotak pizza dan merasa tak sanggup menghabiskan satu
kotak pizza lagi. Jika ia menunggu istrinya pulang, mungkin pizza itu
rasanya sudah tak enak lagi.
Akhirnya ia
memutuskan untuk berbuat baik dengan memberikan pizza itu pada keluarga
yang tinggal di atasnya. Bukannya ada anak-anak tinggal di bawahnya?
Mereka pasti senang dengan pizza gratis.
Dengan kepayahan iapun keluar dari kamar dan naik dengan lift.
“Ouch...ouch...” sesekali ia mengerang karena kakinya belum sembuh benar ketika berjalan menuju kamar di lantai atasnya itu.
“Ting tong.” ia menekan bel, namun tidak terdengar jawaban.
Ia kembali menekan bel dan terdengar suara dari dalam pintu.
“Siapa?” terdengar suara wanita dari balik pintu.
“Saya tetangga yang tinggal satu lantai di bawah anda.”
Pintu
dibuka, namun hanya sedikit. Dari sela pintu, terlihat wajah seorang
wanita separuh baya. Namun kamar itu sangat gelap sehingga yang bisa ia
lihat hanya kepala wanita itu.
“Ada apa?”
“Anda mau pizza? Saya tadi memesannya namun tidak habis. Mungkin anda mau?”
“Tidak, terima kasih.” Jawab wanita itu tanpa ekspresi.
“Ehm, mungkin anak-anak anda mau?”
Tiba-tiba
terlihat kepala seorang anak laki-laki dan anak perempuan di bawahnya.
Mereka pasti anak-anak yang kerap ia dengar suaranya saat bermain.
Ketiga wajah itu menatapnya, berbaris membentuk satu lajur dari atas ke bawah.
“Baiklah, kami mau.”
Wanita itu menerima pizza itu dan pintu itupun dibanting, tertutup.
Pria itu berbalik, namun entah kenapa ia merasa ada yang aneh.
Seluruh bulu kuduknya terasa mengigil.
Wajah ketiga orang itu terpatri dalam ingatannya.
Ia mengambil langkah cepat, tanpa peduli rasa sakit di kakinya, untuk segera menuju lift.
Ketiga wajah mereka membentuk garis, pikirnya.
Ia menekan tombol lift dan menunggunya untuk datang.
Membentuk garis vertikal, dari atas ke bawah. Satu wajah di atas wajah yang lain.
Ia menekan tombol lift kembali, namun lift itu tak kunjung datang.
Ada yang aneh dengan wajah mereka.
Lift itu terlalu lama. Pria itu memutuskan menggunakan tangga.
Wajah tampak berbaris, satu di atas yang lain ... itu mustahil!
Ia melupakan rasa sakit di kakinya ketika ia menapaki tangga dengan langkah panik.
Pria itu mulai menyadari apa yang salah dengan keluarga itu.
Hanya ada kepala, tanpa badan ....
Sesampainya di kamar, ia langsung menelepon polisi.
Polisi
datang beberapa saat kemudian, walaupun laporan pria itu tampak gila.
Mereka memeriksa kamar di bawah kamar pria itu dan menemukan sesuatu
yang mengerikan.
Tubuh wanita dan kedua anaknya itu ditemukan di bak kamar mandi.
Kepala mereka terpenggal.
Mereka
juga menemukan suami wanita itu bersembunyi di dalam lemari pakaian. Ia
mengatakan bahwa ia sudah memenggal kepala istri dan anak-anaknya
dengan gergaji. Namun ia bersumpah istri dan kedua anak-anaknya masih
hidup.
Polisi berkesimpulan pria itu menjadi gila dan membunuh keluarganya.
Namun polisi menemukan ada sesuatu yang aneh di kamar itu.
Di meja dapur tergeletak sebuah kotak pizza.
Ketika dibuka, isinya sudah tidak utuh lagi.
Ada bekas gigitan-gigitan kecil di pizza itu, seolah-olah ada anak-anak kecil yang memakannya.
THE END
URBAN LEGEND 11: THE VAULT ROOM
“THE VAULT ROOM”
(RUANG BAWAH TANAH)
Seorang
pemuda menerima pekerjaan sebagai pengurus makam. Ini sebenarnya bukan
jenis pekerjaan yang ia inginkan. Namun apa boleh buat, ia sangat
membutuhkan uang dan hanya pekerjaan ini yang berhasil ia dapatkan dalam
waktu singkat.
Pemuda itu sangat takut pada
mayat, namun untunglah pekerjaannya hanyalah pekerjaan-pekerjaan ringan.
Tugasnya hanyalah menyapu, memotong rumput, dan membersihkan makam.
Sedangkan tugas-tugas yang berhubungan dengan mayat seperti menyiapkan
jenazah dan prosesi pemakaman adalah tugas para pengurus makam yang
lebih senior.
Namun ada satu hal yang dibenci
oleh pemuda itu. Ia memang tak perlu melihat mayat secara langsung saat
bekerja. Namun ada kalanya ia bekerja di ruangan bawah tanah tempat
pet-peti mati berisi jenazah disimpan. Di negara Barat, orang-orang kaya
biasanya membuat sebuah ruangan bawah tanah dimana peti-peti mati
mereka dan keluarga mereka diletakkan, bukan dikubur seperti orang
biasa.
Pemuda itu sangat membenci ruang bawah tanah, sebab uangan itu gelap, berdebu, dan penuh mayat.
Suatu hari, pemuda itu ditugasi untuk membersihkan sebuah ruang bawah tanah. Dengan berat hati ia melakukan tugasnya itu.
Saat
ia sedang membersihkan papan-papan nama yang ada di ruangan itu, angin
kencang bertiup dan menutup pintu kamar bawah tanah itu. Pemuda itu
langsung panik dan berusaha membukanya, namun percuma.
Ia terkunci di ruangan penuh mayat itu.
Pemuda
itu mencoba berteriak, namun tak ada yang mendengar teriakannya. Pemuda
itu lalu mencoba menenangkan dirinya dan melihat sebuah jendela di atas
ruangan.
Cahaya matahari menembus jendela itu
dengan enggan. Berarti ia bisa merangkak keluar lewat jendela itu.
Masalahnya, jendela itu letaknya sangat tinggi. Ia tak mungkin dapat
mencapainya.
Ia melihat ke sekeliling ruangan.
Yang ada di situ hanyalah peti-peti mati.
Pemuda itu mendapatkan akal.
Bila
ia menumpuk peti-peti itu, ia dapat membuat semacam tangga yang dapat
digunakannya untuk mencapai jendela itu. Ia lalu mencoba mengalahkan
ketakutannya dan mulai memindahkan peti-peti mati itu.
Di
luar dugaannya, peti-peti itu ternyata ringan. Mungkin karena mayat di
dalamnya sudah lama membusuk dan meninggalkan tulang belulang saja.
Ia berhasil menumpuk beberapa peti mati dan mulai naik.
“Ouch!” teriak pemuda itu lirih. Ia merasakan sakit di tumitnya. Ia menduga kayu dari peti mati itu yang menggoresnya.
“Ouch!” rasa perih itu kembali lagi. Namun ia terus melanjutkan mendaki peti-peti mati itu, meskipun nyeri itu terus terasa.
Akhirnya ia berhasil mencapai jendela itu dan merangkak keluar.
Pemuda itu berjalan kepincangan dan akhirnya bertemu dengan penjaga makam yang merupakan bosnya.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya bosnya keheranan.
Pemuda itupun menceritakan segalanya.
“Lalu kenapa kau berjalan terpincang seperti itu?”
“Tadi kaki saya tergores kayu dari peti mati.”
“Mana, coba aku periksa.”
Pemuda itu duduk di atas sebuah batu nisan dan bosnya kemudian memeriksa tumit pemuda itu.
Penjaga makam itu lalu menatap pemuda itu dengan wajah pucat.
“Tapi ini bukan luka goresan kayu, Nak.”
“Lalu apa?”
“Ini bekas gigitan manusia ...”
THE END
URBAN LEGEND 12: TEKE TEKE
“TEKE TEKE”
Kisah
ini terjadi di Jepang. Alkisah di tengah salju yang tengah turun, dua
orang masinis menjalankan sebuah lokomotif ke stasiun kereta terdekat.
Saat mereka tiba di bawah suatu jembatan di daerah yang cukup terpencil,
tiba-tiba saja ...
“Braaak ...”
“Kreeek...”
Dua
masinis itu melihat sesosok bayangan jatuh tepat di depan mereka. Kedua
masinis ini cukup berpengalaman untuk merasakan bahwa kereta yang
mereka kendalikan telah menggilas sesuatu.
Sang
masinis berusaha keras menghentikan keretanya dan lokomotif itu berhenti
kira-kira beberapa ratus meter dari tempat kejadian.
Salah
satu masinis memutuskan turun untuk memastikan apa yang telah terjadi.
Ia berjalan susah payah di atas gumpalan salju dan tepat di bawah
jembatan yang tadi mereka lewati, ia menemukan sesuatu yang mengerikan.
Terdapat tubuh seorang wanita di tengah rel.
Tubuhnya terpotong menjadi dua karena terlindas kereta.
Satu
bagian adalah bagian atas tubuh wanita itu, mulai dari hingga ke
pinggang. Bagian satunya adalah bagian pinggang hingga kaki wanita itu.
Ia tak bisa melihat wajah wanita itu karena
wajahnya tertutup oleh rambut hitam panjangnya. Darah wanita itu
membasahi salju yang berada di bawahnya.
Warna merah itu mengingatkan masinis itu akan es serut dengan sirup merah yang biasa ia makan saat kecil.
Sang masinis buru-buru menghapus pikiran mengerikan itu dan segera kembali pada temannya.
“Ada apa?” tanya sang masinis satunya saat melihat temannya kembali.
“Ada...ada
wanita tertabrak. Kondisinya sangat mengerikan. Kemungkinan ia melompat
dari atas jembatan. Aku akan memanggil bantuan ke pos polisi terdekat.
Kau tetap di sini ya?”
Pada zaman itu, komunikasi belumlah secanggih sekarang. Apalagi saat itu cuaca sedang buruk.
Sang masinis tadi akhirnya meninggalkan temannya untuk mencari bantuan.
Sang
masinis satunya dengan sabar menunggu di dalam lokomotif. Ia tahu tak
ada jadwal kereta melewati daerah itu, jadi ia tenang saja meletakkan
lokomotifnya di situ. Selain itu, lokasi ini amat terpencil. Bahkan tak
ada satupun rumah di sana.
Hujan salju telah
berhenti, meninggalkan tumpukan salju yang tebal di luar. Hanya ada
lampu-lampu jalan dari tiang listrik yang menemani lokomotif itu di
tengah kegelapan malam.
Beberapa saat berlalu dan sang masinis mulai mendengar suara di luar lokomotif.
“Sreeeek...sreeeek...”
Terdengar seperti suara sesuatu tengah diseret.
“Soichi?’ masinis itu memanggil nama temannya tadi. Namun mana mungkin ia kembali secepat itu.
Masinis itu mendekat pintu.
“Halo, ada orang di situ?”
Tiba-tiba pintu lokomotif terbuka,
“Braaaaaak!!!”
Diikuti jeritan masinis itu di tengah kegelapan malam.
***
Beberapa
jam kemudian barulah sang masinis kembali bersama sejumlah polisi.
Mereka harus melewati jalanan yang penuh dengan tumpukan salju sehingga
perlu waktu lama untuk kembali.
Namun begitu sampai di TKP, masinis itu ngeri melihat hanya satu bagian tubuh saja yang terlihat di situ.
Hanya ada bagian bawah wanita itu, sementara bagian atasnya lenyap.
Masih ada ceceran darah di situ dan bekas seretan.
Apa ada yang memindahkan tubuh wanita itu, pikir sang masinis. Namun mana mungkin? Apa tujuannya?
Sang masinis dan para polisi pun menuju lokomotif yang ia tinggalkan tadi.
“Sato!” panggil sang masinis.
Ia heran melihat pintu lokomotif terbuka.
Ia masuk dan tak melihat siapapun di dalam lokomotif, hanya ada tumpukan salju yang masuk melalui pintu yang terbuka.
Masinis
itu sangat sangat heran. Temannya adalah orang yang sangat bertanggung
jawab. Mana mungkin ia meninggalkan lokomotif ini begitu saja saat ia
diminta menjaganya?
Soichi dan polisi lainnya mencari-cari sang masinis satunya. Namun sepertinya ia seperti lenyap ditelan malam.
Tak ada jejak di tanah. Semua jejak sudah tertimbun oleh salju yang kembali turun.
Beberapa jam mereka mencari namun tak ada hasil.
Saat sang masinis mulai putus asa, ia mendongak ke atas.
Napasnya seakan terhenti.
Dengan ketakutan ia menunjuk ke atas. Para polisi pun ikut memandang ke atas.
Mereka
semua ketakutan melihat pemandangan yang tersaji di hadapan mereka.
Bahkan pengalaman para polisi itu selama puluhan tahun menangani kasus
kejahatan seperti tak ada apa-apanya. Mereka belum pernah melihat
sesuatu semengerikan ini.
Di atas tiang listrik, tubuh sang masinis sudah kaku karena membeku.
Wajahnya tampak ketakutan setengah mati. Entah apa yang telah membunuhnya, suhu yang di bawah nol ataukah rasa takutnya.
Sementara di pinggang sang masinis melingkar bagian tubuh wanita yang tertabrak itu.
Bagian pinggang ke atas, memeluk erat sang masinis yang telah tewas.
THE END
*Jika anda penasaran mengapa cerita ini diberi judul “Teke Teke” coba ketikkan nama itu di google image search …”
URBAN LEGEND 13: SQUARE
“SQUARE”
(SEGI EMPAT)
Alkisah,
lima orang pendaki gunung tersesat di tengah pegunungan bersalju (versi
lain cerita mengatakan mereka merupakan korban selamat dari suatu
kecelakaan pesawat). Karena tidak kuat, salah satu dari kelima pendaki
itu akhirnya meninggal. Namun keempat temannya yang lain menolak
meninggalkan jenazah teman mereka di tengah gunung dan memutuskan
membawanya.
Hingga suatu saat di tengah badai salju, mereka menemukan sebuah pondok kayu.
Mereka
bersyukur dan segera berlindung di dalam pondok kayu itu. Pondok itu
berbentuk segiempat. Pondok itu tampak sudah tua, namun masih kokoh.
Celakanya,
sama sekali tak ada penerangan di dalam pondok itu, sehingga mereka
terpaksa menghabiskan malam dalam kondisi gelap gulita.
Mereka meletakkan jenazah teman mereka di tengah ruangan yang berbentuk segi empat itu.
Mereka mulai bercakap-cakap.
“Malam ini kita tidak boleh tidur. Bila kita tidur, bisa-bisa kita tidak bangun lagi.”
“Ya, aku tahu. Tapi bagaimana caranya? Bila kita tidak melakukan sesuatu, kita pasti akan tertidur.”
“Aku
tahu, kita lakukan saja suatu permainan.” Usul salah satu teman mereka,
masih dalam kondisi gelap gulita. Mereka sama sekali tak bisa melihat
satu sama lain, jadi mereka tak tahu dengan siapa mereka berbicara dan
siapa yang mengusulkan permainan itu.
“Permainan apa?”
“Begini,
ruangan ini kan berbentuk kotak. Bagaimana jika masing-masing dari kita
berempat berdiri di tiap pojok ruangan. Nah, saat permainan dimulai,
salah satu dari kita berlari ke pojok ruangan terdekat dan menepuk
punggung temannya yang ada di situ. Lalu ia yang ditepuk punggungnya
harus berlari lagi untuk menepuk punggung temannya yang ada di pojok
terdekat dengannya. Begitu terus hingga kembali ke orang pertama dan
diteruskan sampai fajar tiba.”
“Itu ide bagus,” semua orang tampaknya setuju, “Dengan begitu kita akan bergerak semalaman dan tubuh kita akan terasa hangat.”
Akhirnya
mereka melakukan permainan itu. Masing-masing dari mereka, sebut saja
A, B, C, dan D berdiri di pojok ruangan. A mulai berlari ke B dan
menepuk pundak B. B kemudian langsung berlari dan menepuk pundak C. C
lalu berlari menepuk pundak D. Dan begitu seterusnya, mereka melakukan
permainan itu hingga pagi.
Saat pagi tiba,
mereka mulai merasa lega. Cahaya mulai menerangi seluruh ruangan
sehingga mereka bisa melihat seisi ruangan. Salah satu teman mereka
rupanya mengenali tempat ini dan tahu jalan keluar dari tempat itu.
Namun saat mereka menyadari bentuk ruangan yang mereka tempati sejak semalam, mereka mulai sadar ada yang tidak benar.
Lalu mereka mulai ketakutan.
Permainan itu ternyata tak sesimpel yang mereka duga.
Permainan
dimulai ketika A berlari dan menepuk pundak B. B kemudian berlari
menepuk pundak C. Lalu C berlari menepuk pundak D. Sampai di sini tak
ada masalah. Namun ketika D berlari ke A, semestinya tak ada orang di
sana, sebab A sudah berada di B. Benar bukan? Sehingga D harus berlari 2
kali agar dapat menepuk pundak A.
Namun saat mereka bermain, tak ada seorang pesertapun yang harus berlari dua kali.
Saat tiba di A, D menepuk pundak seseorang yang kemudian berlari menepuk pundak A yang sedang berada di B.
Merekapun sadar, permainan ini walaupun dilakukan di ruangan berbentuk segi empat, tak bisa dilakukan oleh empat orang.
Permainan ini harus dilakukan oleh lima orang.
Namun mereka hanya ada berempat saat mereka melakukan permainan itu.
Lalu mereka menatap jenazah teman mereka yang terbujur kaku di tengah ruangan.
Ya, mereka tak hanya berempat di dalam ruangan.
Mereka berlima.
THE END
URBAN LEGEND #14: UM-MA
“UM-MA”
(IBU)
Kisah ini adalah urban legend yang sangat terkenal di Korea (“Um-ma” adalah panggilan anak kepada ibunya di Korea).
Seorang anak memanggil ibunya berkali-kali. Namun sang ibu sama sekali tak merespon panggilan anaknya.
“Um-ma...um-maaaaaaaaaaaaaaaaaa......!!!”
Sang ibu akhirnya menoleh pada anak itu.
“Um-ma....kupanggil ribuan kali kenapa um-ma tidak menjawab?”
Namun ibu itu hanya menyeringai dan menjawab.
“Apa aku mirip dengan ibumu?”
THE END
URBAN LEGEND #15: 10 DAYS DREAM
Sebelumnya, aku peringatkan dulu bahwa urban legend ini sangatlah
disturbing. Buat yang tidak berani membacanya, sebaiknya segera
tinggalkan halaman ini.
Jangan sampai kalian menyesal setelah membacanya.
Aku berikan kesempatan untuk meninggalkan halaman ini.
Jika kalian masih nekad, silakan tanggung sendiri akibatnya.
……..
.……..
.……..
.……..
.……..
.……..
“10 DAYS DREAM”
“MIMPI SEPULUH HARI”
Kesepuluh mimpi itu dan aturannya adalah sebagai berikut.
MIMPI HARI PERTAMA:
Anda sedang bermimpi tengah tidur di dalam kamar anda. Anda kemudian
akan menyadari ada seorang anak perempuan yang mengintip melalui jendela
kamar anda.
Peraturan:
biarkan anak perempuan itu masuk.
MIMPI HARI KEDUA:
Anak itu sekarang ada di dalam kamar anda. Ia terus menunduk sehingga
anda tak bisa melihat wajahnya. Ia terus menggumam dan beberapa saat
kemudian anda akan menyadari bahwa ia terus mengatakan, “Kumohon jangan
... kumohon jangan ...”
Peraturan:
Biarkan gadis itu naik ke tempat tidur dan berbaring di samping anda.
MIMPI HARI KETIGA
Anak itu sekarang berbaring di samping anda. Anda akan dapat melihat wajah anak itu hancur karena terbakar hebat.
Peraturan:
Apapun yang terjadi, jangan menangis atau menjerit saat melihat wajahnya.
MIMPI HARI KEEMPAT
Kau bangun dari tempat tidur. Gadis itu berkata, “Ayo pergi ke taman.”
Peraturan:
Bawa dia ke taman terdekat tanpa mengatakan sesuatu apapun.
MIMPI HARI KELIMA
Di taman, anda akan melihat seorang wanita mendorong kereta bayi.
Perhatikan baik-baik dan anda akan melihat bahwa ibunya adalah seekor
kucing dan bayinya adalah seekor anjing.
Peraturan:
Kau harus membunuh salah satu dari mereka.
MIMPI HARI KEENAM
Saat anda tengah bermain di taman bersama gadis itu, anda akan melihat sebuah pesawat hendak lepas landas.
Peraturan:
Pastikan anda naik pesawat itu tepat waktu.
MIMPI HARI KETUJUH
Pesawat akan penuh dengan orang-orang yang seperti anda, telah mendengar cerita ini.
Peraturan:
Apapun yang terjadi, anda harus mendapatkan tempat duduk.
MIMPI HARI KEDELAPAN
Setelah beberapa saat, akan turun hujan mawar merah dan mawar hitam dari atas.
Peraturan:
Buang hanya mawar hitam dari atas pesawat.
MIMPI HARI KESEMBILAN:
Pesawat itu akan membawa anda kembali ke taman.
Peraturan:
Pulang bersama gadis itu dan kembali berbaring dengannya di kamar.
MIMPI HARI KESEPULUH:
Anda takkan tahu apa yang akan terjadi pada mimpi hari kesepuluh kecuali
anda telah melakukan semua yang diharuskan pada kesembilan mimpi
sebelumnya.
Peringatan: setelah membacanya, anda tak bisa membatalkannya.
Anda akan memimpikan 10 mimpi ini 3 hari setelah anda membacanya. Jika
anda sudah telanjur membacanya, anda harus mengikuti semua aturan dalam
tiap mimpi untuk menyelesaikannya. Jika tidak, mimpi-mimpi ini akan
terus terulang seumur hidup anda.
Ingat, anda harus menceritakan tentang cerita mimpi ini kepada orang
lain, jika tidak anda akan kembali ke mimpi pertama dan mengulanginya
dari awal.
Selamat bermimpi.